Pemimpin Libya Muammar Gaddafi melakukan shalat berjamaah dalam perayaan kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW di Tripoli, Minggu (13/2). (FOTO ANTARA/REUTERS/Ismail Zitouny)
"Berkuasa lebih dari 30 tahun bukanlah sesuatu yang Islami"
Yogyakarta (ANTARA News) - Peristiwa di Libya perlu menjadi bahan introspeksi para pemimpin dunia Islam agar tidak berlindung di balik simbol keislaman untuk mewujudkan tujuan yang tidak Islami, kata pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Sidik Jatmika.
"Berkuasa lebih dari 30 tahun bukanlah sesuatu yang Islami. Pemimpin Islam yang baik adalah pemimpin yang mengimplementasikan nilai-nilai Islam, bukan malah menyalahgunakannya untuk kepentingan yang tidak Islami," katanya di Yogyakarta, Selasa.
Menurutnya, memang benar demokrasi dan Islam tidak sama, tetapi banyak nilai-nilai Islam dan demokrasi yang sama, terutama nilai universal seperti kesejahteraan dan transisi kekuasaan.
"Dalam peristiwa Libya saat ini hal terbaik yang perlu disiapkan adalah transisi kekuasaan sebaik mungkin tanpa kehilangan respek masyarakat terhadap Muamar Gaddafi dan rezimnya," katanya.
Ia mengatakan menilik sejarah, Libya dalam skala politik adalah "adik kandung" Mesir. Dalam banyak hal, Libya sangat terinspirasi Mesir.
"Muamar Gaddafi yang telah berkuasa di Libya lebih dari 41 tahun adalah pengagum berat pemimpin legendaris Mesir Gamal Abdel Nasser. Gaddafi dijuluki Nasser Kecil" katanya.
Selain itu, pola transisi kekuasaan di Libya juga serupa dengan di Mesir, yakni sama-sama menggulingkan raja yang berkuasa.
"Di Mesir, Husni Mubarak menggulingkan Raja Farouk pada 1951, dan 18 tahun kemudian diikuti Libya, di mana Muammar Gaddafi memimpin Revolusi Al Fatah untuk menyingkirkan Raja Idris," katanya.
Ditanya tentang kemungkinan kejatuhan Gaddafi seperti yang terjadi pada Mubarak, ia mengatakan hal itu sangat mungkin. Musuh terbesar Gaddafi saat ini adalah usia.
"Gaddafi sekarang berusia 68 tahun, dan tidak lagi sekuat dulu. Selain itu, rakyat Libya juga tidak sesolid belasan tahun lalu dalam mendukung Gaddafi, sehingga cepat atau lambat pemimpin Libya itu pasti jatuh," katanya.
Sebagian rakyat Libya berunjuk rasa menuntut Presiden Muammar Gaddafi mundur, yang membuat situasi di negara itu memanas. Situasi yang memanas di Libya telah menewaskan ratusan orang.
Peristiwa Libya terinspiriasi oleh Revolusi Melati di Tunisia dan Revolusi Nil di Mesir yang berhasil menggulingkan rezim yang sedang berkuasa.(*)
Antara News
"Berkuasa lebih dari 30 tahun bukanlah sesuatu yang Islami. Pemimpin Islam yang baik adalah pemimpin yang mengimplementasikan nilai-nilai Islam, bukan malah menyalahgunakannya untuk kepentingan yang tidak Islami," katanya di Yogyakarta, Selasa.
Menurutnya, memang benar demokrasi dan Islam tidak sama, tetapi banyak nilai-nilai Islam dan demokrasi yang sama, terutama nilai universal seperti kesejahteraan dan transisi kekuasaan.
"Dalam peristiwa Libya saat ini hal terbaik yang perlu disiapkan adalah transisi kekuasaan sebaik mungkin tanpa kehilangan respek masyarakat terhadap Muamar Gaddafi dan rezimnya," katanya.
Ia mengatakan menilik sejarah, Libya dalam skala politik adalah "adik kandung" Mesir. Dalam banyak hal, Libya sangat terinspirasi Mesir.
"Muamar Gaddafi yang telah berkuasa di Libya lebih dari 41 tahun adalah pengagum berat pemimpin legendaris Mesir Gamal Abdel Nasser. Gaddafi dijuluki Nasser Kecil" katanya.
Selain itu, pola transisi kekuasaan di Libya juga serupa dengan di Mesir, yakni sama-sama menggulingkan raja yang berkuasa.
"Di Mesir, Husni Mubarak menggulingkan Raja Farouk pada 1951, dan 18 tahun kemudian diikuti Libya, di mana Muammar Gaddafi memimpin Revolusi Al Fatah untuk menyingkirkan Raja Idris," katanya.
Ditanya tentang kemungkinan kejatuhan Gaddafi seperti yang terjadi pada Mubarak, ia mengatakan hal itu sangat mungkin. Musuh terbesar Gaddafi saat ini adalah usia.
"Gaddafi sekarang berusia 68 tahun, dan tidak lagi sekuat dulu. Selain itu, rakyat Libya juga tidak sesolid belasan tahun lalu dalam mendukung Gaddafi, sehingga cepat atau lambat pemimpin Libya itu pasti jatuh," katanya.
Sebagian rakyat Libya berunjuk rasa menuntut Presiden Muammar Gaddafi mundur, yang membuat situasi di negara itu memanas. Situasi yang memanas di Libya telah menewaskan ratusan orang.
Peristiwa Libya terinspiriasi oleh Revolusi Melati di Tunisia dan Revolusi Nil di Mesir yang berhasil menggulingkan rezim yang sedang berkuasa.(*)
Antara News
0 komentar:
Posting Komentar